KITA sebagai manusia biasa tidak terlepas daripada melakukan pelbagai kesilapan. Dan adakalanya mungkin terjerumus ke dalam persoalan yang dilarang, yang mengakibatkan dosa, atau perkara yang dibenci oleh Allah سبحانا وتعاﱃ Oleh itu Allah سبحانا وتعاﱃ dengan sikapnya yang Maha Pengasih, dan Maha Pengampun sentiasa memberikan ruang kepada hambanya untuk kembali kepada fitrah dan membersihkan diri dari pelbagai kesilapan, ketergelinciran dan kesalahan.
- “Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.”[1] (Surah Ali Imran, 3: 131)
KAEDAH MEMELIHARA DIRI DARI API NERAKA
Antara cara dan kaedah memelihara diri daripada ancaman api neraka Allah, menurut Sheikh Abdur Rahman as-Sa’di di dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut adalah:
- “Dengan cara meninggalkan hal-hal yang menjerumuskan ke dalamnya, berupa kekufuran dan kemaksiatan khususnya kemaksiatan yang besar, yang akan mengheret kepada kekufuran, bahkan ia merupakan sifat dari kekufuran yang telah Allah siapkan neraka bagi pelaku-pelakunya.
Maka meninggalkan kemaksiatan akan menyelamatkan dari api neraka dan menjaga diri dari kemurkaan Yang Mahakuasa. Sedang perbuatan-perbuatan yang baik dan berbentuk ketaatan membuahkan redha Allah, ganjaran Syurga, dan memperolehi rahmat.” (Tafsir as-Sa’di, jil. 1, m/s. 545)
Di dalam ayat yang lain, Allah سبحانا وتعاﱃ berfirman:
- “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Surah Ali Imran, 3: 135)
Dalam menafsirkan surah Ali Imran ayat 135, Sheikh Abdur Rahman as-Sa’di menyatakan,
“Telah terjadi perbuatan-perbuatan buruk yang besar atau yang kecil yang dilakukan oleh mereka, lalu mereka segera bertaubat dan meminta ampunan, mereka mengingat Rabb mereka dan ancaman-Nya bagi orang-orang yang berbuat maksiat dan apa yang dijanjikan bagi orang-orang yang berbuat maksiat dan apa yang dijanjikan bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka mereka memohon ampunan pada-Nya atas dosa-dosa mereka itu, menutup aib-aib mereka, di samping mereka meninggalkan hingga akar-akarnya dan menyesal atasnya. Kerana itulah Allah berfirman, Maksudnya: “dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.” (Tafsir as-Sa’di, jil. 1, m/s. 547-548)
ANTARA CARA MEMULAKAN TAUBAT
Oleh itu, antara cara untuk memulakan taubat adalah pertamanya dengan segera meninggalkan perbuatan keji/maksiat yang tersebut dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Dianjurkan juga untuk melaksanakan solat sunnah taubah/taubat.
Sebagaimana menurut ke-empat-empat mazhab, solat sunnah atas sebab bertaubat dari dosa adalah dianjurkan. (Rujuk Ibnu ‘Abidin, 1/462, ad-Dasuqi, 1/314, Asna al-Muthakib, dan Kasyaf al-Qanna’, 1/443. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah, jil. 2, m/s. 95)
Hal ini, adalah sebagaimana berdasarkan hadis berikut:
Dari Asma’ bin al-Hakam al-Fazari, dia menjelaskan:
- Aku pernah mendengar ‘Ali Radhiallahu anhu berkata: “sesungguhnya aku adalah seorang yang jika mendengar sebuah hadis dari Rasulullah, Allah akan memberiku manfaat dari hadis tersebut bersesuaian dengan kehendak-Nya. Jika ada seseorang dari sahabatnya menyampaikan hadis, aku akan memintanya bersumpah. Jika dia mahu bersumpah kepadaku, aku akan membenarkannya. Sesungguhnya Abu Bakar telah memberitahuku, dia menyatakan dia pernah mendengar Rasulullah bersabda, (Maksudnya): “Tidaklah seseorang melakukan sesuatu perbuatan dosa lalu dia bangun (bangkit) dan bersuci kemudian mengerjakan solat dan memohon ampunan kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya. Kemudian beliau membaca ayat (Maksudnya), “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Surah Ali Imran, 3: 135)”.” (Diriwayatkan oleh at-Timidzi dalam Kitab Solat, no. 406. Abu Daud, Kitab al-Witr, no. 1521. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Kitab Shahihnya, 2/389-390. Dinilai Sahih oleh Sheikh al-Albani di dalam Kitab Shahih Sunan Abi Daud, 1/283)
Menurut Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah,
- “Solat taubat ini boleh dilakukan/dilaksanakan bila-bila masa sahaja, walaupun di dalam waktu-waktu yang dilarang mengerjakan solat, kerana taubat ini adalah wajib dilakukan dengan segera, dan pelakunya disunnahkan (dituntut) untuk mengerjakan (solat) dua rakaat.” (Fatawa Sheikhul Islam, 23/215)
KESIMPULAN
Maka, bagi mereka yang bertaubat atau ingin bertaubat, dianjurkan (disunnahkan) untuk melaksanakan sebagaimana yang ditunjukkan melalui hadis tersebut, iaitu dengan melakukan solat sunnah sebanyak dua rakaat dan kemudiannya memohon keampunan kepada Allah.
Wallahu a’lam.
:::: 6 Sya'ban 1431 ::::
<
_______________________________
Rujukan:
1 – Ensiklopedi Solat Menurut al-Qur’an & Sunnah (Judul Asli: Sholaatul Mu’min Mafhuum wa Fadhaa’il wa Adab wa Anwaa’ wa Ahkam wa Kaifiyyah fii Dhau’il Kitab was Sunnah, oleh Sheikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani), Terbitan Pustaka Imam asy-Syafi’i.
2 – Shahih Fiqih Sunnah (Judul Asli: Shahih fiqh as-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Mazahib al-A’immah, oleh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim), Terbitan Pustaka at-Tazkia.
3 – Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah s.a.w. (Judul Asli: Bughyatul Mutathawwi’ fii Shalaatit Tathawwu’, oleh Sheikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul), Terbitan Pustaka Imam asy-Syafi’i.
4 – Tafsir as-Sa’di (Judul Asli: Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, oleh Sheikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di), Terbitan Pustaka Sahifa.
[1] Kafir’ Tidak Dengan Sendirinya Berarti Orang Yang Tidak Beragama Islam. Definisi qur’aniyyah dari kata ‘orang kafir’, bisa kita temukan di surat Al-Kahfi ayat 100 dan 101.
Q.S. 18:100, “dan Kami tampakkan Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir (Al-Kafiriin) dengan jelas.”
Q.S. 18:101, “yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari ‘zikri’ (diterjemahkan di terjemahan qur’an bahasa Indonesia dengan kata ‘memperhatikan’) terhadap tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.”
Dari dua ayat di atas, kita dapatkan definisi qur’aniyyah dari kata ‘kafir’. Al-Kafiriin, atau orang-orang kafir, adalah mereka yang matanya tertutup dari ‘zikri’ terhadap tanda-tanda kebesaran Allah, dan telinganya tidak sanggup mendengar.
Jika demikian, mata dan telinga mana yang tertutup? Jawabannya bisa kita dapatkan pada Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat 46.
Q.S. 22:46, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah qalb-qalb mereka (quluubun) yang ada di dalam dada.”
Dari definisi Qur’an tersebut, yang disebut ‘kafir’ bukanlah orang yang berbeda agama. Yang disebut kafir adalah mereka yang mata dan telinga qalb di dalam dadanya tidak berfungsi. Asal kata ‘kafir’ dan ‘kufur’ adalah ‘kafara’ yang artinya ‘tertutup’ (kata ini jkemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi ‘cover’ artinya penutup). ‘Kafir’ adalah mereka masih yang tertutup dari ‘Al-Haqq’ (kebenaran mutlak).
Definisi kafir itu luas dan tidak dibincang disini dengan detail.
___________________________________
Dipetik dengan sedikit tambahan pada nota kaki:
http://al-qayyim.net/index.php?option=com_content&task=view&id=768&Itemid=75
Shared by Bicara Hidayah