- Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum, 30:21)
Ayat-ayat yang digunakan sebagian terkait langsung dengan posisi perempuan sebagai isteri. Sebagian ayat lain tidak terkait langsung dengan posisi perempuan sebagai isteri, akan tetapi bila kita telusuri lebih jauh, ayat-ayat ini berkaitan secara tidak langsung dengan posisi isteri, semisal pengungkapan ayat-ayat terkait kisah Ratu Bilqis pada surat an-Naml atau ayat-ayat yang menggambarkan sifat para bidadari di surga. Insya Allah ayat-ayat ini akan diungkapkan dalam kerangka mengungkapkan karakter isteri sholihah.
Untuk memudahkan pengkajian, penulis mengelompokkan ayat-ayat untuk menggambarkan karakter isteri sholihah dalam tiga profil, yaitu:
PROFIL KEKASIH
PROFIL IBU
PROFIL SAHABAT
1. PROFIL KEKASIH
1.1. TAAT KEPADA ALLAH
- Jika
Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Rabbnya akan memberi ganti kepadanya
dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang
beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang
berpuasa, yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim, 66:5)
Menurut Muhammad Qutb, secara khusus ayat di atas merupakan pembelajaran bagi isteri-isteri Nabi, tentang makna kemuliaan sebagai isteri di hadapan Allah سبحانا وتعاﱃ . Akan tetapi orang beriman mendapatkan limpahan kerunia karena dapat mengambil pelajaran berharga dari pengajaran Allah ini.
Seorang perempuan sholihah itu pertama kali disifati dengan karakter ketaatannya kepada Allah سبحانا وتعاﱃ . Mengapa kita menempatkan ketaatan kepada Allah ini sebagai karakter utama seorang kekasih? Jawabannya karena sebagai kekasih seorang itu mesti memelihara kecantikannya. Dan kecantikan hakiki seorang perempuan itu adalah pada ketaatan kepada Allah سبحانا وتعاﱃ . Ini adalah puncak kecantikan batin, sebagaimana digambarkan Ibnul Qayyim. Dan kecantikan batin ini akan memperindah dan menyempurnakan kecantikan lahir.
Ketaatan kepada Allah diwujudkan dalam keimanan dan mewujudkan keyakinannya ini dalam amal perbuatan, taat terhadap semua aturan yang Dia tetapkan bagi perempuan muslimah, yang cepat menyadari kekeliruan dengan bertaubat, yang rajin beribadah, berpuasa dan senantiasa menjelajah kerajaanNya, ciptaanNya dan tanda-tanda keesaanNya dan kebenaran pengaturanNya di alam semesta. Inilah cakupan yang amat menyeluruh dari sifat keislaman bagi muslimah sholihah.
Diantara ketaatan praktis kepada Allah سبحانا وتعاﱃ yang saat ini banyak ditinggalkan perempuan muslimah adalah berbusana menutup aurat (QS An Nuur:31 dan Al-Ahzab:59).
Ini merupakan fitnah yang amat serius, sebab Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم pernah menegaskan,
”Orang-orang perempuan yang berpakaian tetapi seperti telanjang, meliuk-liukan badannya dan rambutnya disasak, mereka tidak akan masuk surga, juga tidak akan mencium baunya surga, padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak amat jauh.” (HR. Muslim)
1.2 TAAT KEPADA SUAMI
- Perempuan
yang sholihah, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)
(An-Nisaa, 4:34)
Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya. Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم menyampaikan,”Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya,dan taat kepada suaminya, maka akan dipersilakan kepadanya: masuklah ke Surga dari pintu mana yang kamu suka.” (HR Ibnu Hibban, al-Bazzar, Ahmad dan Thabrani, Albani menyatakan keshahihannya).
Pada pengajarannya yang lain, Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم berkata,
”Perempuan mana saja yang meninggalkan dunia sementara suaminya meridhainya pasti masuk Surga.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sebaliknya kedurhakaan kepada suami akan mendatangkan kutukan dari Allah, para malaikat dan segenap manusia. Cukuplah pelajaran yang terdapat pada surat at-Tahrim menjadi peringatan bagi kaum muslimah.
Diantara sikap taat para isteri kepada para suami adalah meminta ijin kepada suami jika hendak keluar rumah (tidak keluar rumah kecuali dengan ijin suami), tidak meminta bercerai tanpa alasan yang dibenarkan syariah, menjaga kesopanan dan kehormatan saat keluar rumah, tidak mengeraskan suara melebihi suami, tidak membantah suaminya dalam kebenaran, dan tidak menerima tamu yang dibenci suaminya ke dalam rumah, apalagi bermesraan dengan lelaki lain.
- Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
dengan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu
agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak)
kami” … (Al Qasas, 28:25)
Al Quran yang merupakan kalam Allah tak pernah menyampaikan sesuatu yang sia-sia. Begitu pula dengan disampaikannya sifat malu-malu pada ayat di atas, tentulah tersimpan hikmah untuk menggambarkan kemuliaan sifat perempuan.
Malu sendiri adalah bagian dari iman. Bahkan sebuah hadits pada Kumpulan 40 Hadits an-Nawawiy mengungkapkan:
“Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan.”
Penafsiran hadits ini paling tidak ada dua. Pertama, malu menjadi parameter apakah sebuah perbuatan layak dilakukan atau tidak. Kedua, orang yang rendah rasa malunya, akan melakukan apapun yang dia mau.
Sifat pemalu ini menunjukkan kemuliaan dan penjagaan kemuliaan dirinya. Bahkan sifat sopan dan pemalu ini dijadikan daya tarik pada bidadari, sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat berikut:
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya … “ (Ar-Rahman, 55:56)
“Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. Maka ni’mat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.” (Ar-Rahman, 55:70-72)
1.4. PENCINTA
- Rasulullah
صلیﷲ علیﻪ و سلم bersabda,”Dunia ini perhiasan dan sebaik-baik
perhiasan adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim).
Kata perhiasan terkait dengan makna keindahan. Seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi suaminya. Isyarat tentang para bidadari menggambarkan keindahan dan keadaan penuh cinta pada mereka.
“Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.” ( Al Waqi’ah:, 56, 22-23)
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, “ (Al Waqi’ah, 56:35-37)
Maksudnya mereka diciptakan tanpa melalui kelahiran dan menjadi gadis.
Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم mengisyaratkan keadaan isteri terbaik,”Isteri yang paling baik adalah, bila suami memandang kepadanya memberikan kebahagiaan; Bila menyuruhnya, mentaatinya.; Bila sang suami bepergian, ia menjaga dirinya dan hartanya.” (HR An-Nasai dan dishahihkan oleh al-Iraqi).
Isteri shalihah senantiasa menyenangkan hati suaminya dan menjaga suasana mesra tetap bersemi dalam keluarga.
“Sesungguhnya apabila seorang suami menatap isterinya dan isterinya membalas pandangan (dengan penuh cinta kasih), maka Allah menatap mereka dengan pandangan kasih sayang. Dan jika sang suami membelai tangan isterinya, maka dosa mereka jatuh berguguran di sela-sela jari tangan mereka.” (HR Maisaroh bin Ali dari Abu Said bin al-Khudri).
Saat ini para suami dihadapkan pada godaan besar di sisi hubungan intim pria-wanita. Banyak perempuan yang secara sadar atau tidak telah menjadi penggoda kaum pria baik langsung ataupun tak langsung. Maka menjadi salah satu tanggung jawab mulia bagi para isteri untuk membantu para suami mencurahkan cinta mereka pada sesuatu yang halal. Di sinilah makna larangan bagi para isteri menolak ajakan para suami, seperti tercatat dalam pengarahan Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم berikut ini:
“Bila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidurnya lalu ia menolak sehingga suaminya semalaman marah kepadanya, maka malaikat mengutuknya hingga pagi.” (Muttafaqun alaihi)
Jadi hadits ini mesti ditempatkan dalam kerangka menjaga hubungan mesra dan cinta; Bukan menempatkan perempuan dalam posisi tertekan dan terpaksa dalam menjalankan hubungan intim suami-isteri.
2. PROFIL IBU
2.1. MEMILIKI VISI PENDIDIKAN UNTUK MENGABDI KEPADA ALLAH
Dalam sisi keagamaan: tilawah Quran (serta pemahamannya pada hal-hal mendasar) dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad صلیﷲ علیﻪ و سلم , keluarga dan para sahabatnya ra. Pengetahuan dasar keagamaan ini akan menjadi fondasi bagi kekokohan aqidah dan akhlak.
Dalam sisi pengetahuan dan keterampilan umum: komunikasi-berbahasa (termasuk sastra), logika-matematika, pengetahuan sejarah dan musik-bernyanyi.
“(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (Ali-Imran, 3 :35-36)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Al-Ahqaf, 46:15)
Sikap syukur ini menyiratkan kebaikan-kebaikan mereka terhadap sesama manusia. Sebab syukur dalam makna yang luas berarti memanfaatkan segala kebaikan Allah سبحانا وتعاﱃ untuk mentaatiNya. Artinya berbagai perbuatan kebajikan adalah perwujudan terima kasih kita kepada Allah. Dalam kerangka berfikir ini kita menemukan pentingnya pendidikan bagi anak, sebab pendidikan lah yang akan membuat seorang manusia memiliki karakter atau akhlak mulia.
Untuk itu seorang Ibu dituntut melengkapi wawasan dan pengetahuannya untuk mendidik anak-anak. Diantara pengetahuan mendasar bagi anak-anak adalah:
§ Dalam sisi keagamaan: tilawah Quran (serta pemahamannya pada hal-hal mendasar) dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya ra. Pengetahuan dasar keagamaan ini akan menjadi fondasi bagi kekokohan aqidah dan akhlak.
§ Dalam sisi pengetahuan dan keterampilan umum: komunikasi-berbahasa (termasuk sastra), logika-matematika, pengetahuan sejarah dan musik-bernyanyi.
2.2. MEMILIKI KEYAKINAN KUAT TERHADAP JANJI ALLAH
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (Al Qasas, 28:7)
Dalam menghadapi berbagai tantangan jaman, seorang Ibu mesti senantiasa optimis, bahwa Allah akan menolong mereka mendidik anak-anaknya menjadi manusia berguna di masa depan. Sikap teguh Ibunda Nabi Musa sebagaimana digambarkan pada surat al-Qashash menjadi teladan utama dalam bersikap yakin akan bantuan Allah سبحانا وتعاﱃ ini.
Ibu Musa ditakdirkan melahirkan anaknya dalam kondisi amat berat, yaitu ketika Firaun, penguasa yang amat zhalim saat itu, mengeluarkan perintah untuk membunuh anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil, karena alasan ketakutan akan runtuhnya kerajaannya. Akan Allah سبحانا وتعاﱃ memerikan keteguhan kepada Ibu Musa dan dengan dibantu oleh kakak perempuan Musa, Ibu Musa berhasil melalui masa-masa sulit tersebut untuk melindungi dan memelihara Musa.
Dalam kondisi ini peran para Ibu amatlah besar untuk menjaga anak-anak agar tumbuh pada fitrah kesuciannya. Modal paling besar bagi para Ibu adalah kedekatan dengan Allah سبحانا وتعاﱃ , memahami pengarahan (taujih) dan pengajaran dari Allah سبحانا وتعاﱃ melalui al-Quran dan sunnah NabiNya. Untuk itu para Ibu hendaknya senantiasa mengadakan pengkajian yang mendalam terhadap dua sumber utama ajaran Islam ini.
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (Al Azhab, 33:34)
2.3. PENUH SUKA CITA DALAM MENDIDIK
- Dan
berkatalah isteri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfa’at kepada
kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedangkan mereka tiada menyadari.
(Al Qasas 28:9)
Sikap kasih sayang kepada anak-anak adalah fitrah yang Allah berikan kepada para Ibu untuk mendidik anak-anak mereka. Selama fitrah ini terjaga baik, seorang Ibu akan menjadikan perhatian pada anak sebagai perhatian terbesar dalam hidupnya. Kisah jatuh cintanya Asiyah isteri Firaun kepada bayi Musa diabadikan al Quran untuk menggambarkan fitrah ini. Padahal Musa bukanlah anak kandungnya sendiri. Hendaknya sikap kasih sayang ini terus menyertai proses pendidikan anak.
3. PROFIL SAHABAT (MITRA)
3.1. PENCARI KEBENARAN
- Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan yang memajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah
mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat (QS. 58:1)
Sebab turunnya ayat ini adalah berhubungan dengan persoalan seorang wanita yang bernama Khaulah binti Tsa’labah yang telah didzihar oleh suaminya Aus bin Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyah kalimat seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم. Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم menjawab bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. Dan pada riwayat yang lain, Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم mengatakan: “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia”. Lalu Khaulah berkata: “Suamiku belum menyebut kata-kata thalak”. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم agar menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya.
Seorang muslimah hendaklah terus bersemangat mencari dan menegakkan kebenaran sebagaimana ditunjukkan pada contoh sahabiyah Khaulah binti Tsalabah ini. Dengan demikian ia akan menjadi partner diskusi yang handal bagi suaminya.
3.2. MEMILIKI KRITERIA TEPAT TENTANG PENDAMPING HIDUP
- Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya”. (Al Qasas, 28:26)
Menilik ayat di atas, sepertinya karakter ini berlaku bagi mereka yang belum menikah. Ayat di atas mengungkapkan kalimat putri seorang yang sholih di negeri Madyan, negeri tempat Musa muda melarikan diri dari kejaran Firaun. Sebagian penafsir mengatakan orang sholih ini adalah Nabi Syu’aib as. Begitulah gambaran seorang gadis yang cerdas dan sholihah menginterpretasikan sifat baik seorang pemuda. Ia tempatkan gejolak curahan hatinya mencari pasangan hidup, sekaligus melindungi posisinya dari kemestiannya bekerja dengan saudara perempuannya, karena sang ayah telah lanjut usia. Sang ayah pun memahami rahasia yang disembunyikan anak gadisnya. Setelah berbincang dengan Musa, ia menawari Musa untuk bekerja di tempatnya, dan ia berjanji akan menikahkan Musa dengan putrinya (kisah ini ada pada rangkaian ayat di atas, sebelum dan sesudahnya)
Akan tetapi bagi para muslimah yang telah menikah pun kisah di atas mengungkap pelajaran berharga. Perhatikanlah, perempuan sholihah meletakkan parameter lahir dan batin secara seimbang dalam berinteraksi dengan pasangan hidupnya. Maka semestinya apresiasi seorang isteri kepada pasangannya pun selalu seimbang diantara sisi fisik dan psikis. Dalam kehidupan berumah tangga ini dapat diterjemahkan dalam bentuk perhatian pada pola makanan, pola istirahat, olah raga dan juga pada pola pendidikan serta pola ibadah ritual yang senantiasa mewarnai kehidupan suami-isteri. Semakin panjang usia pernikahan, semakin terasa kebutuhan untuk saling mengingatkan dalam menjaga kondisi prima fisik dan psikis.
3.3. KESETARAAN DI HADAPAN ALLAH
- Dikatakan
kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai
istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua
betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin
terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku
telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama
Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam”. (An-Naml, 27:44)
Dari ayat ini kita mendapatkan taujih Rabbani (pengarahan Ilahi), bahwa kedudukan kaum perempuan dan kaum lelaki di hadapan Allah سبحانا وتعاﱃ itu sama, yaitu sebagai hamba. Islam telah memuliakan kedudukan kaum perempuan. Untuk itu kaum muslimah hendaknya senantiasa menjaga kemuliaan ini dan bahu-membahu bersama para suami mereka dalam menegakkan kebenaran.
3.4. BERKONTRIBUSI AKTIF DALAM KERJA SOSIAL DAN DA’WAH
- Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki
dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar. (Al Azhab, 33:35)
Yang dimaksud dengan “orang muslim” di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud “orang yang mu’min” di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ... (QS. 3:195)
Sebab turunnya dua ayat di atas terkait langsung dengan kehidupan para muslimah di masa kehidupan Nabi Muhammad صلیﷲ علیﻪ و سلم . Ayat pada surat al Ahzab turun karena adanya ucapan Ummu ‘Imarah al-Anshari kepada Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم,”Kami menyaksikan segala sesuatu (terkait ajaran Islam) hanya bagi lelaki dan kami tidak melihat kaum perempuan disebut-sebut.” (diriwayatkan at-Tirmidzi melalui Ikrimah). Atau melalui Ibnu ‘Abbas diriwayatkan bahwa para muslimah berkata kepada Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم , ”Ya Rasulullah, mengapa hanya disebutkan kaum beriman lelaki dan tidak disebutkan kaum beriman perempuan?” (diriwayatkan ath-Thabrani). Sedangkan pada riwayat lain dikabarkan bahwa para muslimah menanyakan mengapa hanya para isteri Nabi yang disebutkan. Mereka berkata,”Kalaulah pada kami ada kebaikan, tentu kami disebutkan.” Maka Allah سبحانا وتعاﱃ menurunkan ayat di atas. (diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari Qatadah)
Adapun untuk ayat pada akhir surat Ali ‘Imran, diriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata,”Ya Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan dalam peristiwa Hijrah sedikitpun.” Maka Allah سبحانا وتعاﱃ menurunkan ayat tersebut. (diriwayatkan oleh Abdur Razaq, Said bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim).
Wallaahu a’lamu bish shawwab.
:::: 16 Rajab 1431 ::::
<
____________________________
Beberapa Buku Bacaan
- Aisyah Abdurahman, Isteri-isteri Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم ., Pustaka Mantiq, 1988
Abu Mohd Rosyid Ridho, Wanita Sholihah: Ciri-ciri dan Fungsinya, Hikmah, Medan, 1985
Ibnu Ahmad Dahri, Peran Ganda Wanita Modern, Pustaka al-Kautsar, 1991
Ibnul Qayyim, Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu.
Ibrahim bin Shalih al-Mahmud, Kiat Hidup Bahagia dengan Suami Anda, Firdaus, 1992
Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, Risalah Gusti, 1992
Muhammad Qutb, Figur Wanita Sorga dan Neraka, Penerbit Amarpress, 1987
As-Suyuthi, Asbabun Nuzul.
Sumber: http://tarbiyahweekly.wordpress.com/
Ditulis dalam Tarbiyah A’iliyah oleh cyberdakwah pada Juni 19th, 2007
Shared By: Bicara Hidayah