Monday, April 11, 2011

CINTA PADA الله DAN RASUL MESTI DIBUKTIKAN DENGAN PENGORBANAN

DALAM usaha ke arah taqwa, orang Mukmin digalakkan berkorban pada jalan الله atau disebut Infak fisabilillah. Maksud Infak fisabilillah atau berkorban pada jalan الله mengikut pengertian syariat ialah berbelanja apa yang ada ke jalan yang diredhai oleh الله atau berkorban berhabis-habisan apa yang ada, sama ada harta, wang, tenaga, masa, fikiran hatta nyawa sekalipun semata-mata untuk الله.

Berkorban atau berbelanja pada jalan الله ertinya terpaksa kurangkan harta atau susutkan harta, kurang wang, kurang masa untuk dirinya berehat atau langsung tidak rehat, kurang dapat kasih sayang atau langsung tidak dapat kasih sayang dan bermanja dengan isteri-isteri, suami, anak-anak dan keluarga.

Rumah yang besar jadi kecil atau langsung tidak ada rumah. Yang bisa dapat kasih sayang, sudah tidak dapat lagi. Terpaksa tinggalkan anak-anak, isteri-isteri, suami, ibu ayah, saudara-mara, sahabat-handai, kampung halaman, harta, rumah tangga, tinggal jawatan, kedudukan, ijazah, menara gading dan tinggal segala -galanya kerana diuntukkan segala-galanya tadi buat mencari keredhaan الله.

APAKAH SEBENARNYA ‘TAQWA’?

TAQWA bukan setakat melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan الله. Bukan setakat menunai ketaatan dan menjauhkan kemaksiatan. Bukan juga setakat meninggalkan apa yang haram dan menunaikan apa yang fardhu. Bukan setakat menjauhkan yang syirik dengan beramal dan taat kepada الله. Bukan setakat menjauhkan diri dari segala apa yang akan menjauhkan diri kita daripada الله. Bukan setakat menghadkan diri kepada yang halal sahaja dan bukan setakat beramal untuk menjuruskan ketaatan kepada  الله semata-mata.


Bila disebut TAQWA, kebanyakkan dari kita memahaminya sebagai takutkan الله. Takut kepada الله hanyalah satu daripada sifat mahmudah yang terangkum dalam sifat TAQWA tetapi ia bukan TAQWA. Takut dalam bahasa Arab ialah khauf atau khasya.

TAQWA berasal dari perkataan waqa–yaqi–wiqoyah yang ertinya memelihara. Hujahnya ialah ayat الْقُرْآنَ seperti berikut:
    Maksudnya: “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu memelihara diri kamu dan keluarga kamu dari api Neraka.” (At Tahrim: 6)

GANASNYA SYIRIK!

SYIRIK merupakan dosa paling besar, kezaliman yang paling zalim, dosa yang tidak akan diampuni الله, dan pelakunya diharamkan masuk surga serta seluruh amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan hangus dan sia-sia. Oleh sebab itu mengenal hakikat SYIRIK dan bahayanya adalah perkara yang sangat penting.




الله ta’ala berfirman yang artinya,
    “Wahai umat manusia, sembahlah (الله) Rabb yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia itu lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia pula yang telah menurunkan air hujan dari langit sehingga mampu mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezki untuk kalian maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi الله sedangkan kalian mengetahui.” (Al Baqarah : 21-22)

MERAIH DERAJAT IHSAN

DERAJAT IHSAN merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba. Tidak semua orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba الله yang khusus saja yang bisa mencapai derajat mulia ini. Oleh karena itu, merupakan keutamaan tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya. Semoga الله ‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk di dalamnya.




Suatu ketika Malaikat Jibril عليه السلام datang di majelis Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم  dan para sahabatnya dalam rupa manusia, kemudian menanyakan kepada Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم  beberapa pertanyaan. Di antara pertanyaannya adalah tentang makna Islam, Iman, dan IHSAN. Kemudian Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم   menjawabnya dan dibenarkan oleh Jibril. Berdasarkan hadist ini [1], para ulama membagi agama Islam menjadi tiga tingkatan yaitu islam, iman, dan IHSAN. 

MENJEMPUT BAHAGIA DENGAN TAKWA

TAKWA, singkat namun sarat makna. Betapa sering para khatib menyerukan kepada jama’ah sholat Jum’at setiap pekannya untuk melakukannya. TAKWA, tak hanya mengingatkan kita tentang apa yang seharusnya kita tinggalkan demi mengharapkan ridha-NYA dan karena takut hukuman-NYA. Namun TAKWA juga mengingatkan kita akan kehidupan yang akan dialami manusia setelah kematiannya. Kehidupan yang penuh tanda tanya. Sebab saat ini tidak ada di antara kita yang bisa memastikan akan kemanakah dirinya; ke surga ataukah ke neraka? Sebuah pertanyaan besar yang tersimpan jawabnya di dalam suratan takdir di sisi-NYA.




Saudaraku, menentukan jalan hidup adalah perkara besar yang membuat banyak orang kelimpungan (bingung) dan tak tahu harus ke mana dia melangkah. Padahal, ilham kepada jiwa tak lepas dari dua pilihan fujur (dosa) atau TAKWA. Sebagaimana yang ALLAH تعاﱃ nyatakan dalam ayat (artinya),
    Maka ALLAH mengilhamkan kepadanya jalan kefajiran dan ketakwaannya.” (asy-Syams [91] : 8)
Ibnu Abbas رضي الله عنه menerangkan bahwa makna ayat ini; ALLAH menjelaskan kepada jiwa kebaikan dan keburukan. Tafsiran serupa juga disebutkan oleh Mujahid, Qatadah, adh-Dhahak dan ats-Tsauri. Sedangkan Sa’id bin Jubair mengatakan, “Artinya ALLAH mengilhamkan kepadanya kebaikan dan keburukan.” (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 8/321).


JALAN YANG LURUS

SEGALA puji bagi  yang telah menunjukkan JALAN YANG LURUS dan mengangkat hamba terkasih-NYA sebagai pemandu menuju-NYA. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad صلیﷲ علیﻪ و سلم sebaik-baik Nabi dan Utusan, dan juga bagi para sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amma ba’du.

Ayat-ayat الْقُرْآنَ yang begitu indah dan menakjubkan, memberikan kepada kita gambaran yang jelas mengenai karakter dan hakikat JALAN YANG LURUS. Jalan yang setiap hari kita mohon kepada  untuk ditunjuki kepadanya. Jalan yang akan menghantarkan penempuhnya menuju syurga dan kebahagiaan, serta melemparkan orang yang melenceng (BM: menukar arah dengan tiba2. Eng: swerve) darinya menuju neraka dan kesengsaraan


 تعاﱃ berfirman (yang artinya),
    “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.” ( al-Fatihah: 7)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa hakikat JALAN YANG LURUS itu akan diperoleh dengan cara mengenali kebenaran dan mengamalkannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
    “Dengan ucapan anda ‘Ihdinash shirathal mustaqim’ itu artinya anda telah meminta kepada الله تعاﱃ ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 12)
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata,
    “Maka orang yang diberi nikmat atas mereka yaitu orang yang berilmu sekaligus beramal. Adapun orang-orang yang dimurkai yaitu orang-orang yang berilmu namun tidak beramal. Sedangkan orang-orang yang tersesat ialah orang-orang yang beramal tanpa landasan ilmu.” (Tsamrat al-’Ilmi al-’Amalu, hal. 14)

AKU INGIN BERTAUBAT, TETAPI …

Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah mengampuni dosa-dosaku?!

Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat , cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.




Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri رضي الله عنه , sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
    Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya. Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah سبحانا وتعاﱃ, maka sembahlah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.” Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada ”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.” [1]