Monday, April 11, 2011

AKU INGIN BERTAUBAT, TETAPI …

Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah mengampuni dosa-dosaku?!

Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat , cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.




Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri رضي الله عنه , sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya),
    Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya. Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah سبحانا وتعاﱃ, maka sembahlah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.” Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada ”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.” [1]






PERTAMA: LUASNYA AMPUNAN ALLAH


Hadits ini menunjukkan luasnya ampunan . Hal ini dikuatkan dengan hadits lainnya. Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, سبحانا وتعاﱃ berfirman (yang artinya),
    Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” [2]


KEDUA: ﷲ AKAN MENGAMPUNI SETIAP DOSA MESKIPUN DOSA
BESAR SELAMA MAU BERTAUBAT


Selain faedah dari hadits ini, kita juga dapat melihat pada firman سبحانا وتعاﱃ(artinya),
    Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat . Sesungguhnya mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az Zumar: 53)
Ibnu Katsir mengatakan,
    ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada . Ayat ini mengabarkan bahwa akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ” [3]
Ayat ini menunjukkan bahwa akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan,
    ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat begitu luas.” [4]


KETIGA: JANGANLAH MEMBUAT SESEORANG PUTUS ASA
DARI RAHMAT ALLAH


Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan,
    “Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai memberi taufik padanya untuk bertaubat.” [5]


KEEMPAT: SESEORANG YANG MELAKUKAN DOSA BEBERAPA
KALI DAN IA BERTAUBAT, ﷲ PUN AKAN MENGAMPUNINYA


Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits lainnya, dari Abu Huroiroh, Rasulullah bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla (artinya),
    “Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘ Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya , ampunilah dosaku]. Lalu berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ya robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.” [6 ]
An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka akan mengampunimu.

An Nawawi mengatakan,
    ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.” [7]

Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …
 

KELIMA: DITERIMANYA TAUBAT SEORANG PEMBUNUH


An Nawawi rahimahullah mengatakan,
    ”Ini adalah madzhbab para ulama dan mereka pun berijma’ (bersepakat) bahwa taubat seorang yang membunuh dengan sengaja, itu sah. Para ulama tersebut tidak berselisih pendapat kecuali Ibnu ‘Abbas. Adapun beberapa perkataan yang dinukil dari sebagian salaf yang menyatakan taubatnya tidak diterima, itu hanyalah perkataan dalam maksud mewanti-wanti (berulang, Eng: repeatedly, time after time ) besarnya dosa membunuh dengan sengaja. Mereka tidak memaksudkan bahwa taubatnya tidak sah.” [8]


KEENAM: ORANG YANG BERTAUBAT HENDAKNYA BERHIJRAH
DARI LINGKUNGAN YANG JELEK


An Nawawi mengatakan,
    ”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.” [9]


KETUJUH: MEMPERKUAT TAUBAT YAITU BERTEMAN DENGAN
ORANG YANG SHOLIH


An Nawawi mengatakan,
    ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.” [10]
Nabi juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita (artinya),
    Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” [11]
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan,
    “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.” [12]


KEDELAPAN: KEUTAMAAN ILMU DAN ORANG YANG BERILMU


Dalam hadits ini dapat kita ambil pelajaran pula bahwa orang yang berilmu memiliki keutamaan yang luar biasa dibanding ahli ibadah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya, dari Abu Darda’, Rasulullah bersabda (artinya),
    Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.” [13 ]
Al Qodhi mengatakan,
    ”Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah. Sedangkan cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya.” [14]


KESEMBILAN: ORANG YANG BERFATWA TANPA ILMU
HANYA MEMBAWA KERUSAKAN


Lihatlah bagaimana kerusakan yang diperbuat oleh ahli ibadah yang berfatwa tanpa dasar ilmu. Ia membuat orang lain sesat bahkan kerugian menimpa dirinya sendiri. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (artinya),
    Barangsiapa beribadah pada tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.” [15]




Syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat adalah sebagai berikut:

  • Pertama: Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
  • Kedua: Menyesali dosa yang telah dilakukan sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali.
  • Ketiga: Tidak terus menerus dalam berbuat dosa. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.
  • Keempat: Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat.
  • Kelima: Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.

Inilah syarat taubat yang biasa disebutkan oleh para ulama.




Saudaraku yang sudah bergelimang maksiat dan dosa. Kenapa engkau berputus asa dari rahmat ? Lihatlah bagaimana ampunan bagi setiap orang yang memohon ampunan pada-Nya. Orang yang sudah membunuh 99 nyawa + 1 pendeta yang ia bunuh, masih terima taubatnya. Lantas mengapa engkau masih berputus asa dari rahmat ?!
Orang yang dulunya bergelimang maksiat pun setelah ia taubat, bisa saja ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menjadi Muslim yang sholih dan Muslimah yang sholihah. Itu suatu hal yang mungkin dan banyak sekali yang sudah membuktikannya. Mungkin engkau pernah mendengar nama Fudhail bin Iyadh. Dulunya beliau adalah seorang perampok (perompak). Namun setelah itu bertaubat dan menjadi ulama besar. Itu semua karena taufik . Kami pun pernah mendengar ada seseorang yang dulunya terjerumus dalam maksiat dan pernah menzinai pacarnya. Namun setelah berhijrah dan bertaubat, ia pun menjadi seorang yang alim dan semakin paham agama. Semua itu karena taufik . Dan kami yakin engkau pun pasti bisa lebih baik dari sebelumnya. Semoga beri taufik.

Ingatlah bahwa orang yang berbuat dosa kemudia ia bertaubat dan ampuni, ia seolah-olah tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Dari Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdillah dari ayahnya, Rasulullah bersabda,
    التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali.” [16]
Setiap hamba pernah berbuat salah, namun hamba yang terbaik adalah yang rajin bertaubat.

Dari Anas, beliau bersabda,
    كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ “Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.” [17]
Orang yang bertaubat akan ganti kesalahan yang pernah ia perbuat dengan kebaikan. Sehingga seakan-akan yang ada dalam catatan amalannya hanya kebaikan saja. سبحانا وتعا berfirman,
    إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا ”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti dengan kebajikan. Dan adalah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Furqon: 70)
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
    akan mengganti amalan kejelekan yang diperbuat seseorang dengan amalan sholih. akan mengganti kesyirikan yang pernah ia perbuat dengan keikhlasan. akan mengganti perbuatan maksiat dengan kebaikan. Dan pun mengganti kekufurannya dahulu dengan keislaman.” [18]
Sekarang, segeralah bertaubat dan memenuhi syarat-syaratnya. Lalu perbanyaklah amalan kebaikan dengan melaksanakan yang wajib-wajib dan sempurnakan dengan shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah, karena amalan kebaikan niscaya akan menutupi dosa-dosa yang telah engkau perbuat. Rasulullah pernah memberikan sebuah nasehat berharga kepada Abu Dzar Al Ghifariy Jundub bin Junadah,
    اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Bertakwalah kepada di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.” [19]
Semoga menerima setiap taubat kita. Semoga senantiasa memberi taufik kepada kita untuk menggapai redha-Nya.

Segala puji bagi yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.



Muhammad Abduh Tuasikal


:::: Khamis, 14 Rabi'ul Awal 1432 | Khamis, 17 Februari 2011 ::::
[ Semua Gambar Adalah Hiasan ]

________________________
Dipetik Dari:
http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/aku-ingin-bertaubat-tetapi.html
Sebahagian dari teks al Qur’an dan Hadith dalam lafaz yang asal tidak tidak dimuatkan dalam nota ini.  Sila rujuk pada lama asal untuk membaca teks arabnya.

Shared By Bicara Hidayah

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. “ [Al-Ahzab: 56]

____________
Rujukan:
[1] HR. Bukhari dan Muslim no. 2766.
[2] HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/138-139, Muassasah Qurthubah.
[4] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/140.
[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141.
[6] HR. Muslim no. 2758.
[7] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75.
[8] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/82, Dar Ihya’ At Turots.
[9] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/83
[10] Idem
[11] HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.
[12] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379
[13] HR. Abu Daud no. 3641 dan no. 2682.
[14] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad Abdur Rahma Al Mubarakfuri Abul ‘Ala, 7/376, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut.
[15] Lihat Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 15, Mawqi’ Al Islam.
[16] HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[17] HR. Ibnu Majah, Ad Darimi, Al Hakim. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih
[18] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10/326-327, Muassasah Qurthubah.
[19] HR. Tirmidzi no. 1987. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi (hasan dilihat dari jalur lainnya). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib 2655.