SETIAP
saat, dalam perjalanan hidup yang panjang, kita selalu menemukan satu
per satu rahasia kehidupan. Setiap satu rahasia yang kita temukan,
menambah pengetahuan kita tentang hidup. Setiap kali pengetahuan kita
bertambah, kita menjadi lebih arif dan bijaksana.
Situasi itulah
yang terekam dalam salah satu warisan hikmah orang Arab. Mereka
mengatakan, sebodoh-bodohnya manusia, umur akan tetap membuatnya lebih
bijaksana. Kebijaksanaan terbentuk dari akumulasi informasi yang
membentuk pengetahuan kita tentang hidup.
Karena sIfatnya yang
akumulatif, maka kesadaran hidup kita tidak akan pernah bisa terbentuk
seketika. Karena tidak terbentuk seketika, maka sikap hidup kita juga
berubah dari waktu ke waktu.
Tapi kapankah pengetahuan kita
tentang hidup menjadi sempurna dan lengkap? Atau, jika pertanyaannya
lebih mendasar lagi, bisakah pengetahuan kita tentang hidup menjadi
sempurna dan lengkap? Jawabannya pasti. Tidak. Tidak akan pernah bisa
pengetahuan kita tentang hidup ini menjadi sempurna dan lengkap.
Salah
satu sebabnya karena Allah setiap saat menciptakan makhluk-makhluk
baru, baik manusia, hewan dan tumbuhan, atau benda-benda lain di alam
raya ini, atau ciptaan-ciptaan yang tak terlihat seperti pikiran-pikiran
dan ide-ide baru.
“Dan Tuhanmu, menciptakan apa saja yang Dia kehendaki dan memilih dari ciptaan-ciptaan itu.”
Setiap
satu ciptaan baru tentu melahirkan fakta baru, yang kemudian
terintegrasi ke dalam fakta-fakta yang ada sebelumnya, lalu terjadilah
semacam rekonfigurasi keseluruhan fakta-fakta itu.
Itulah yang
menjelaskan mengapa pengetahuan itu bersifat akumulatif, dan harus
diwariskan secara turun temurun agar kita tidak setiap saat harus
memulainya dari awal. Itu juga yang menjelaskan mengapa pengetahuan,
seperti kata Ibnu Jauzi, harus diikat dengan tulisan; tulisan membuat
proses pewarisannya menjadi lebih mudah.
Warisan pengetahuan
dari peradaban Yunani, Romawi dan Islam secara akumulatif diwarisi oleh
Barat sekarang, dan lahirlah wajah peradaban baru seperti yang sekarang
kita saksikan.
Karena pengetahuan kita tentang hidup ini tidak
akan pernah sempurna dan lengkap, maka kesadaran hidup kita juga tidak
akan pernah sempurna dan lengkap. Maka manusia kepada hidup, seperti
tiga orang buta yang melukiskan gajah dari sudut yang mereka pegang. Ini
adalah lukisan yang tak selesai. Dan takkan pernah selesai.
Sebab
Allah sendiri yang mengatakan bahwa: “Tiadalah kamu diberi pengetahuan
kecuali hanya sedikit saja.” Maka proses pembelajaran juga tak boleh
selesai.
Pepatah lama itu rasanya teramat bijak: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat.”
[Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran, Majalah Tarbawi edisi 214 hal.80