BISAKAH kita membayangkan bagaimana dulu, Adam dan Hawa, menjalani hidup ketika hanya mereka berdua yang menghuni bumi ini?
Mungkin
mudah membayangkan bagaimana mereka mencari makan untuk menyambung
hidup, atau membuat rumah tempat mereka berteduh, atau membuat pakaian
untuk menutup aurat mereka. Tapi coba bayangkan bagaimana pada mulanya
mereka menemukan bahasa sebagai alat komunikasi mereka? Atau bagaimana
pada mulanya mereka mengenal satu per satu dari jengkal tanah bumi ini?
Bagaimana
mereka mengetahui atau menyepakati bahwa tempat mereka berjalan itu
bernama tanah, bahwa benda yang tampak jauh di ketinggian sana, yang
berwarna biru adalah langit, bahwa ada makhluk lain di dunia selain
mereka yang bernama binatang dan tumbuhan, bahwa ada malampu besar yang
membuat hari-hari mereka terbelah dalam terang dan gelap, dan bahwa
ketika hari siang itu namanya siang dan ketika hari gelap itu namanya
malam? Tapi kenapa kemudian kita, anak cucu Adam dan Hawa, bisa punya
ribuan kata yang berbeda untuk satu benda? Mengapa kita punya banyak
bahasa?
Lalu bagaimana pula cara kakek nenek kita itu mengenal
dunia yang mereka huni ini? Berapa luaskah dari bumi ini, yang sekarang
dihuni oleh sekitar 6 milyar anak cucunya, yang bisa mereka jangkau?
Bukankah
bumi ini terlalu luas untuk mereka berdua, dan karenanya bisa sangat
menyeramkan? Lalu seperti apakah bumi dalam persepsi mereka berdua;
datar atau bulat? Indah atau jelek? Menyenangkan atau menyengsarakan?
Begitu
Adam dan Hawa turun ke bumi ini, tiba-tiba saja mereka menemukan dunia
yang begitu berbeda dengan surga yang sebelumnya mereka huni. Ini dunia
baru. Sepenuhnya dunia baru. Tak ada satu yang ia tahu di sini. Sama
sekali tak ada. Jadi apa yang pertama mereka lakukan?
Belajar! Itulah yang mereka lakukan. Bukan makan dan minum. Dan siapa yang mengajar mereka?
Hanya Allah! “Dan Allah mengajarkan Adam nama-nama itu, seluruhnya.”
Seluruhnya; nama benda, perbuatan, pikiran, perasaan, nilai, dan seterusnya.
Jadi
begitulah hidup pada mulanya dijalani; dengan pembelajaran. Dan
kemudian, seperti apa cara kita memahami dunia kita, seperti itulah
kelak menjalani hidup.
Coba bayangkan, berapa ribu tahun yang
diperlukan manusia untuk sampai pada pengetahuan bahwa bumi ini bulat
dan bukan datar? Dan apa yang kemudian berubah dalam hidup manusia
begitu mereka sampai pada pengetahuan itu?
Berapa ribu tahun
yang diperlukan oleh manusia untuk sampai pada pengetahuan bahwa minyak
adalah sumber energi? Dan apa kemudian yang berubah dalam hidup manusia
setelah pengetahuan itu?
Dan inilah kaidahnya: wajah dunia kita
berubah setiap kita menemukan satu pengetahuan baru, hidup kita berubah
setiap kali pengetahuan kita bertambah.
[Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran, Majalah Tarbawi edisi 213 hal.80]